Sisingamangaraja XII

Sejarah Singkat Sisingamangaraja




Nama Lengkap            : Sisingamangaraja XII
Tempat, Tanggal Lahir : Bakkara, 18 Februari 1845
Wafat                           : Dairi, 17 Juni 1907
Penghargaan               : Pahlawan Nasional


Ketika Sisingamangaraja XII di nobatkan menjadi Raja Batak, waktu itu usia Sisingamangaraja masih sangat muda, yaitu 19 tahun.

Sampai pada tahun 1886, hampir seluruh Sumatera sudah di kuasai oleh Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda.

Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang, kalau Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang “terbeang” atau di tawan, harus di lepaskan.

Sisingamangaraja XII memang terkenal anti perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan, Belanda pada waktu itu masih mengakui tanah Batak sebagai “De Onafhankelijke Bataklandan”daerah Batak yang tidak tergantung pada Belanda.

Tahun 1837, Kolonialis Belanda memadamkan “Perang Paderi” dan melapangkan jalan bagi pemerintahan Kolonial di Minangkabau dan Tapanuli Selatan, Minangkabau jatuh ke tangan Belanda, dan menyusul ke daerah Natal, Mandailing, Barumun, PadangBbolak, Angkola, Sipirok, pantai barus dan kawasan Sibolga.

Karena itu, sejak tahun 1837, tanah Batak terpecah menjadi dua bagian, yaitu daerah-daerah yang telah di rebut oleh Belanda menjadi daerah gubernemen yang disebut “Residentie Tapanuli dan Onderhoorigheden”, dengan seorang Residen yang berkedudukan di Sibolga yang secara administratif tunduk kepada Gubernur Belanda di Padang, sedangkan bagian tanah Batak lainnya, yaitu daerah-daerah Silindung, Pahae, Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba, Samosir, belum berhasil di kuasai oleh Belanda dan tetap di akui Belanda sebagai tanah Batak yang merdeka, atau ‘De Onafhankelijke Bataklandan’.

Pada tahun 1873, belanda menyatakan perang kepada Aceh dan tentaranya mendarat di pantai-pantai Aceh, saat itu tanah Batak di mana Raja Sisingamangaraja XII yang berkuasa, masih belum di jajah oleh Belanda.

3 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1876 belanda mengumumkan “Regerings” besluit tahun 1876” yang menyatakan daerah Silindung dan sekitarnya di masukkan kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Residen Belanda di Sibolga, suasana di tanah Batak bagian Utara menjadi panas.

Raja Sisingamangaraja XII yang bukan berasal dari Silindung, namun sebagai Raja yang mengayomi Raja-raja lainnya di seluruh tanah Batak, bangkit kemarahannya melihat Belanda mulai menganeksasi tanah-tanah Batak.

Raja Sisingamangaraja XII yang cepat mengerti siasat dan strategi Belanda, jika Belanda sudah mulai mencaplok daerah Silindung, tentu mereka akan menyusul menguasai daerah-daerah lainnya seperti Humbang, Toba, Samosir, Dairi dan lain-lain.

Raja Sisingamangaraja XII cepat bertindak, beliau segera mengambil langkah-langkah konsolidasi, Raja-raja Batak lainnya dan pemuka masyarakat di himpunnya dalam suatu rapat raksasa di pasar Balige, bulan Juni tahun 1876.

Dalam rapat penting dan bersejarah itu diambil tiga keputusan sebagai berikut :

1. Menyatakan perang terhadap Belanda.
2. Zending agama tidak di ganggu.
3. Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk sama-sama melawan Belanda.
Terlihat dari peristiwa ini, Sisingamangaraja XII lah yang dengan semangat garang, mengumumkan perang terhadap Belanda yang ingin menjajah tanah air yang ia cintai, terlihat pula, Sisingamangaraja XII bukan anti agama dan terlihat pula, Sisingamangaraja XII di zamannya, sudah dapat membina semangat persatuan terhadap suku-suku lainnya.

Pada tahun 1877 mulailah perang Batak yang terkenal itu, yang berlangsung selama 30 tahun lamanya, di mulai di Bahal Batu, Humbang, dan berkobar perang yang ganas selama tiga dasawarsa, Belanda mengerahkan pasukan-pasukannya dari Singkil Aceh, menyerang pasukan rakyat semesta yang di pimpin langsung oleh Raja Sisingamangaraja XII.

Pasukan Belanda yang datang menyerang dari arah bBakara, di mana Bakara adalah istana dan markas besar Raja Sisingamangaraja XII di tangga Batu, Belanda merobah taktik dan mereka menyerbu pada babak berikutnya ke kawasan Balige untuk merebut kantong logistik Sisingamangaraja XII di daerah Toba, untuk selanjutnya mengadakan blokade terhadap Bakara.

Pada tahun 1882 hampir seluruh daerah Balige telah di kuasai Belanda, sedangkan Laguboti masih tetap di pertahankan oleh panglima-panglima Sisingamangaraja XII antara lain Panglima Ompu partahan Bosi Hutapea, baru setahun kemudian Laguboti jatuh ketangan Belanda, setelah Belanda mengerahkan pasukan satu batalion tentara bersama barisan penembak-penembak meriam.

Pada tahun 1883, seperti yang sudah di kuatirkan jauh hari sebelumnya oleh Sisingamangaraja XII, kini giliran Toba di rebut oleh Belanda, domino berikut yang di jadikan pasukan Belanda yang besar dari Batavia (Jakarta sekarang), mendarat di pantai Sibolga, juga di kerahkan pasukan dari Padang Sidempuan.

Raja Sisingamangaraja XII membalas menyerang Belanda di Balige dari arah Huta Pardede, baik kekuatan laut dari danau Toba, pasukan Sisingamangaraja XII di kerahkan, empat puluh solu bolon atau kapal yang masing-masing panjangnya sampai 20 meter dan mengangkut pasukan sebanyak 800 orang melaju menuju Balige dan pertempuran besarpun terjadi pada saat itu.

Pada tahun 1883 Belanda benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya dan Sisingamangaraja XII beserta para panglimanya juga bertarung dengan gigih dan berani, di tahun itu, di hampir seluruh tanah Batak pasukan Belanda harus bertahan dari serbuan pasukan-pasukan yang setia kepada perjuangan Raja Sisingamangaraja XII.

Namun pada tanggal 12 agustus 1883 Bakara, tempat istana dan markas besar Sisingamangaraja XII berhasil di rebut dan di kuasai oleh pasukan Belanda, Sisingamangaraja XII mengundurkan diri ke Dairi bersama keluarganya dan pasukannya yang setia, juga ikut panglima-panglimanya yang terdiri dari suku Aceh dan lain-lain.

Pada waktu itulah gunung Krakatau meletus, awan hitam meliputi tanah Batak suatu alamat buruk seakan-akan datang, sebelum peristiwa ini, pada situasi yang kritis, Sisingamangaraja XII berusaha melakukan konsolidasi memperluas front perlawanan.
Beliau berkunjung ke Asahan, tanah Karo dan Simalungun, demi koordinasi perjuangan dan perlawanan terhadap Belanda.

Dalam gerak perjuangannya itu banyak sekali kisah tentang kesaktian Raja Sisingamangaraja XII perlawanan pasukan Sisingamangaraja XII semakin melebar dan seru, tetapi belanda juga berani mengambil resiko besar, dengan terus mendatangkan bala bantuan dari Batavia, Fort de Lok, Sibolga dan Aceh.
Barisan Marsuse juga di datangkan bahkan para tawanan di boyong dari Jawa untuk menjadi umpan peluru dan tameng pasukan Belanda untuk mengempur pasukan Sisingamaharaja XII.

Regu pencari jejak dari Afrika juga di datangkan untuk mencari tempat persembunyian Sisingamangaraja XII, barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal.
Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini di juluki “Si Gurbak Ulu Na Birong” tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu daerah Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang.

Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke daerah Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung.
Panglima Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap, tokoh Parmalim yang menjadi penasehat khusus Raja Sisingamangaraja XII, guru Somaling Pardede juga di tawan oleh Belanda dan ini terjadi pada tahun 1889.

Pada tahun 1890 Belanda membentuk pasukan khusus marsose untuk menyerang Sisingamangaraja XII, pada awal abad ke 20 belanda mulai berhasil menguasai Aceh.

Pada tahun 1903 panglima Polim menghentikan perlawanannya, akan tetapi di Gayo, di mana Raja Sisingamangaraja XII pernah berkunjung, perlawanan masih sengit, masuklah pasukan Belanda dari Gayo alas menyerang Sisingamangaraja XII.

Pada tahun 1907, pasukan Belanda yang di namakan Kolonel macan atau Brigade setan mengngepung Raja Sisingamangaraja XII akan tetapi Raja Sisingamangaraja XII tidak bersedia untuk menyerah, ia bertempur sampai titik darah penghabisan, Boru Sagala sang isteri Sisingamangaraja XII di tangkap oleh pasukan Belanda.
Ikut tertangkap juga Putra dan Putri dari Raja Sisingamangaraja XII yang masih kecil, Raja Buntal dan Pangkilim menyusul Boru Situmorang ibunda dari Raja Sisingamangaraja XII juga di tangkap, menyusul Sunting Mariam, Putri Raja Sisingamangaraja XII dan lain-lain.

Pada tahun 1907 di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah Raja Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda di bawah pimpinanan Kapten Christoffel, Sisingamangaraja XII gugur bersama dua orang Putranya yaitu Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta Putrinya yang bernama Lopian.

Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga Raja Sisingamangaraja XII yang masih hidup di tawan, di hina dan di nista, merekapun ikut menjadi korban perjuangan.

Tanpa kenal menyerah, tanpa mau berunding dengan penjajah, tanpa pernah di tawan, gigih dan berani Raja Sisingamangaraja XII selama 30 tahun, selama tiga dekade, telah berjuang tanpa pamrih dengan semangat dan kecintaannya kepada tanah air dan kepada kemerdekaannya yang tiada taranya.

Itulah yang di namakan “Semangat Juang Sisingamangaraja XII”, yang perlu di warisi oleh seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda, Raja Sisingamangaraja XII benar-benar patriot sejati. beliau tidak bersedia menjual tanah air untuk kesenangan pribadi.

Sebelum beliau gugur, pernah penjajah Belanda menawarkan perdamaian kepada Raja Sisingamangaraja XII dengan imbalan yang cukup menggiurkan akan tetapi jiwa patriotisme yang ia miliki tidak pernah goyah atau pun tergoda, beliau di tawarkan dan di janjikan akan di angkat sebagai Sultan asal saja bersedia takluk dan tunduk kepada kekuasaan Belanda.

Beliau akan di jadikan Raja tanah Batak asal mau berdamai Gubernur Belanda Van Daalen yang memberi tawaran itu bahkan berjanji, akan menyambut sendiri kedatangan Raja Sisingamangaraja XII dengan tembakan meriam 21 kali, bila bersedia masuk ke pangkuan Kolonial Belanda, dan akan di berikan kedudukan dengan kesenangan yang besar, asal saja mau kompromi, tetapi Raja Sisingamangaraja XII bersih tegas menolak ia berpendirian, lebih baik berkalang tanah dari pada hidup di peraduan penjajah.

Raja Sisingamangaraja XII gugur pada tanggal 17 Juni 1907, tetapi pengorbanannya tidaklah sia-sia dan hanya 38 tahun kemudian, penjajah betul-betul angkat kaki dari Indonesia.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan indonesia di proklamirkan oleh Sukarno-Hatta, kini Raja Sisingamangaraja XII telah menjadi sejarah, namun semangat patriotismenya, jiwa pengabdian dan pengorbanannya yang sangat luhur serta pelayanannya kepada rakyat yang sangat agung, kecintaannya kepada bangsa dan tanah airnya serta kepada kemerdekaan yang begitu besar, perlu diwariskan kepada generasi penerus bangsa Indonesia.

Dan demikian sejarah singkat tentang Raja Batak Sisingamangaraja!


HORAS!!

Comments

Popular posts from this blog

Anak Siakkangan dan Anak Siampudan

Legenda Batu Gantung

Mengenal Pembuatan Ulos